BALANCED SCORECARD
KONSEP DAN IMPLEMENTASI: SEBAGAI STRATEGI PERUSAHAAN
Oleh :
Dr. Johannes, S.E., M.S
Abstract.
BSC menjadi demikian populer karena
lebih dari sekedar pengukur kinerja, melainkan sebagai strategi korporasi.
Keunggulannya dibanding dengan konsep pengukuran lain adalah keterkaitan antara
empat persfektif BSC itu sendiri. Dengan menggunakan data sekunder terkini,
kajian dilakukan untuk menjelaskan bagaimana pengalaman korporasi menggunakan
BSC sehingga mampu memberikan manfaat lebih dari ukuran kinerja lainnya.
Bahkan, BSC oleh berbagai akademisi diintegrasikan terhadap konsep lain untuk
memperoleh alat yang sinergi dalam pengembangan korporasi.
1. Pendahuluan
Dalam kajian manajemen strategik,
pengukuran hasil (performace) memegang peran sangat penting, karena ini tidak
saja berkaitan dengan penentuan keberhasilan akan tetapi menjadi ukuran apakah
strategi berhasil atau tidak. Artinyahasil akan dijadikan ukuran apakah
strategi berjalan baik atau tidak;bila organisasi tidak dapat mencapai hasil
maka diagnosa pertamamenunjukkan bahwa strategi tidak berjalan. Dalam ukuran
yang dinilaitradisionil, Whelen (2006) menunjukkan bahwa ROI (Return
Investment)mengandung berbagai kelemahan. Kelemahan ini bagaimanapun
memaksapraktisi memikirkan ukuran yang lebih komprehensif yang dapatdigunakan.
Di Amerika, misalnya, dikenal Malcolm Baldrige National Quality yang setiap
tahunnya memberikan penghargaanmelalui acara yang sangat bergengsi.
Bagaimanapun program seperti diatas berpengaruh terhadap kinerja bisnis.
Sejumlah korporasiturut serta dalam penilaian dan hasil penilaian tim
independen denganmenggunakan prinsip Malcom Baldrige National Quality dimana
hasilnyatiap tahun diumumkan. Sepanjang ini program ini diyakini telah
meningkatkan daya saing bisnis Amerika dipasar global, karena program ini telah
meningkatkan kualitas bisnis.Adapun perspektif bisnis yang dikembangkan dalam
program ini adalah :
1) Fokus kepada hasil pelanggan,
2) Hasil barang dan jasa
3) Hasil keuangan dan pasar
4) Hasil sumberdaya manusia
5) Ketertarikan hasil organisasi,
termasuk pengukuran kinerja perusahaan
6) Tatakelola dan tanggungjawab
sosial.
Dari 6 fokus yang ada di atas,
selanjutnya Program ini mendeskripsikan 11 komponen yang harus ditunjukkan agar
perusahaan dapat memberikan nilai.
Sama halnya dengan itu, di
Indonesia dikenal satu ukuran Program Proper yang dikembangkan oleh Kementrian
Lingkungan Hidup. Ukuran ini pada dasarnya fokus kepada evaluasi aktivitas
nyata perusahaandalam menerapkan manajemen lingkungan. Setiap tahun perusahaan
yangtergabung dalam program dievaluasi dan diberi peringkat mulai dariemas,
hijau, biru, merah dan hitam. Masing-masing kriteria ini terkaitdengan
penerapan manajemen lingkungan. Adapun publikasi dari Proper menunjukkan
seberapa pedulli satu perusahaan terhadappenerapan manajemen lingkungan.
Kriteria penerapan manajemen lingkunganternyata menjadi isu sentral dalam
pengembangan bisnis modern sehinggaharus dinyatakan menjadi satu ukuran
(Anonim, 2005).
Bagaimanapunbisnis ataupun
organisasi semakin berkembang maju, pesat sehinggaukuran ROI dinilai tidak saja
tidak cukup akan tetapi dinilaitidak menggambarkan kondisi riil dan masa depan
yang memadai sebagaisatu ukuran dari perusahaan yang menggunakannya. Adapun
Kaplan danNorton (1992) mempublikasikan pertama kali tentang Balance
scorecard(BSC) yang kemudian berkembang pesat, dan sampai akhir ini Kaplan
telahmelembagakan BSC dan mempublikasikan hasil pengamatannya setiap
tahun.Berbagai publikasi Kaplan dan Norton yang berkaitan dengan BSC padadasarnya
dimaksudkan untuk membangun pemahaman dan pengalamanpenggunaan BSC. Publikasi
ini seperti yang berkaitan dengan Alligment (2004), Strategy (1996), Strategy
Maps (2006) dan sebagai bagian daripada Strategic Management (2007). Adapun
upaya yang dilakukan mereka semakin meyakinkan bahwa keberadaan daripada BSC
lebih daripada sekedar alat ukur, namun menjadi bagian daripada strategi.
Denganmelakukan penelusuran
terhadap publikasi terkait, diharapkan bahwabenang merah, praktek, dan kemajuan
terkini terkait dengan BSC dapatdijadikan pembelajaran baik secara akademis
maupun praktis.
2. Tujuan
2.1. Menjelaskan perkembangan
konsep BSC sebagai bagian daripada strategi perusahaan
2.2. Menjelaskan kaitan antara BSC
dan Strategi dalam perusahaan sehingga ada jaminan bahwa BSC dapat berjalan
dengan baik.
2.3. Menjelaskan berbagai
pengalaman dan pembelajaran perusahaan dalam menerapkan BSC sebagai bagian
daripada strategi.
3. Diskusi
3.1. Pentingnya alat Ukur
Bisnisdipahami sebagai satu sistem,
dimana hasil yang diperoleh adalahsebagai hasil daripada tindakan perusahaan
secara terencana. Dalambisnis diakui adanya “cause and effect relations”, hasil
yang diperolehadalah akibat dari tindakan perusahaan. Memang harus diakui akan
adanyakonsep win fall yang menunjukkan satu perusahaan mendapat keuntungan di
luar strategi yang dirancang oleh perusahaan itusendiri. Sesuai dengan itu,
dalam model pengajaran bisnis yang modern,salah satu tahapan yang dikenal
adalah “pengukuran hasil”. ROI menjadialat ukur hasil sangat “disukai” karena
dinilai sederhana dan mudahditerapkan. Walau sesungguhnya ROI mempunyai
kelemahan karena sangatdipengaruhi oleh; 1) kebijakan penyusutan, 2) sensitif
terhadap nilai buku, 3) praktek transfer pricing, 4) perhatian sering fokus
kepada jangka pendek, 5) tidak bisa dibandingkan antar perusahaan yang berbeda,
6) sangat dipengaruhi oleh keadaan perekonomian secara umum, dan 7) dipengaruhi
oleh pengelolaan persediaan (LIFO dan FIFO).
Kelemahan demikian memaksa pada
praktisi bisnis dan akademisi untuk memformulasi ukuran yang dapat digunakan
akan tetapi sekaligus dapatmemenuhi tuntutan. Dalam kaitan ini patut
digarisbawahi misalnya TotalQuality Management yang menekankan adanya komitmen
terhadap perbaikanmutu. Mutu dalam kaitan ini diakui sebagai jiwa daripada
perusahaan,perusahaan yang tidak mempunyai mutu bagaimanapun akan runtuh.
Olehkarena itu, disamping memperoleh keuntungan (ROI tinggi) perusahaanjuga
diharapkan untuk menerapkan prinsip perbaikan mutu. Seluruh unitperusahaan
ataupun organisasi diharuskan dapat menerapkan perbaikanmutu.
Salahsatu kebutuhan terhadap alat
ukur adalah dibutuhkannya alat ukur yangkomprehensif, yang tidak harus
mempertentangkan satu perspektifterhadap perspektif lain. Misalnya, orientasi
terhadap pelanggan akanmengakibatkan perhatian terhadap penerimaan. Hal
demikian harusdicatat, karena berbagai aliran dalam manajemen seperti Total
Quality, PendekatanTeam, dll sebelum muncul BSC dimaksudkan sebagai alat ukur.
Artinyaalat ukur menjadi kebutuhan bukan saja sebagai alat evaluasi, akantetapi
sebagai bagian dari strategi. Apa yang dikatakan Kaplan dannorton (1992) “What
you measure is you get”adalah pertanda bahwa apa yang dijadikan alat ukur
bisnis itupula yangakan dicapai. Kalau demikian, maka strategi mempunyai posisi
strategisuntuk mencapai ukuran. Adapun ukuran yang hendak dicapai
haruslahmemenuhi kriteria berikut.
a) mewakili visi misi organisasi
b) menajawab kebutuhan pemangku
kepentingan, oleh karena itu harus flesibel.
c) dapat terukur dengan baik tanpa
membutuhkan waktu yang lama
d) menjawab kebutuhan perusahaan di
tengah-tengah industri.
Adapunpentingnya alat ukur
semata-mata tidak hanya dimaksudkan untuk mengukurkinerja, akan tetapi
memastikan BSC organisasi menggunakan strategiyang tepat. Sehingga, apa yang
disebut oleh Kaplan bahwa kinerja akanmenentukan strategi yang digunakan benar
adanya. Pengalaman FMCCorporation menggunakan BSC dapat dicatat sebagai solusi
dalammenggunakan BSC. FMC Corporation adalah perusahaan dengan jumlah
produklebih dari 300 jenis, dengan adanya fenomena konflik antar
devisi.Perusahaan dengan devisi yang intensif mengambil inisiasi
malahdihadapkan kepada permasalahan. Slogan untuk berbagai inisasi malahmembuat
pusing dan tanda-tanda yang beragam. Apa yang dicatat Kaplantentang perusahaan
ini adalah bahwa dengan penerapan BSC tidak lagididapat kebingiunan antara
devisi, akan tetapi masing-masing devisimenggunakan inisiasi untuk mencapai
sasaran atau kinerja yang telah ditentukan. Bagi perusahaan ini perumusan
kinerja dan target telah berubah menjadi strategi yang haru diterapkan oleh
perusahaan secara integratif. Artinya, penerapan BSC berubah menjadi bagian
dari strategi organisasi. Sehingga disimpulkan dampak daripada penerapan BSC
adalah adanya perubahan dalam sistem manajemen secara keseluruhan.
3.2. Mengenal Konsep Balance
Scorecard
Adalah Kaplan dan Norton dalam
makalahnya yang menggagas pentingnya konsep BSC. Anonim (2005) mendefinisikan
BSC sebagai sistem manajemen strategi dan pengukuran yang menghubungakan
sasaran strategis kepada indikator yang komprehensif. Untuk itu diperjelasjuga
bahwa indikator yang digunakan harus merupakan kegiatan dan proseskegiatan inti
lingkungan organisasi beroperasi.
Ucapannya yang mengatakan “What you
measure is what you get” menjadi premis dalam penyusunan ukuran hasil yang
diharapkan. Dalamstudi yang dilaksanakan oleh Kaplan dan Norton (1992) terhadap
12korporasi, didapat sebenarnya bahwa korporasi tersebut telah
mengadopsiscorecard. Kapalan dan Norton melihat ada kelemahan kepada
pengukurankinerja yang dapat menonjolkan pencapaian tujuan secaraterpisah,
bahkan cenderung kompetitif yang pada akhirnya mengakibatkankonflik korporasi.
Oleh karena itu dibutuhkan alasan untuk menggunakan konsep scorecard karena:
1)scorecard menyatukan alat dalam laporan manajemen yang utuh,
kelemahanpandangan terhadap berbagai bidang yang dinilai bersaing:
menjadiperusahaan yang berorientasi kepada pelanggan, memperpendek
waktumenanggapi, memperbaiki kualitas terhadap team, mengurangi waktu
meluncurkan produk, dan mengelola untuk jangka waktu panjang; 2) scorecard
menjadi pedomanuntuk mengoptimalkan pencapaian tujuan. Sejak 1992, konsep ini
terusdikembangkan tidak saja oleh Kaplan dan Norton bahkan oleh penulis lain.
Demikian juga dengan bidang yang mengadopsi BSC, semakin lama semakin banyak.
Karathonous,D., and P. Karathonous (2005), meggunakan BSC untuk
pendidikan,Kocakulah, M.C dan Austill, A.D.( 2007) di bidang Kesehatan.
Dalam bidang pendidikan perlu
dicatat studi yang dilaporkan oleh Beard (2009) yang mengidentifikasi penerapan
BSC kepada duasekolah yang menerima penghargaan dari Malcolm Baldrige
NationalQuality Award Program menyimpulkan bahwa perusahaan penerima
penghargaan lebih memperoleh alasan yang sesuai dengan visi dan misi organisasi
setelah menerapkan BSC. Penghargaan Malcolm lebih fokus kepada
keberhasilanmencapai 11 sasaran, akan tetapi penerapan BSC memberikan posisi
yanglebih jelas bagi perusahaan. Karena penerapan BSC dapat
menjelaskankonsistensi capaian dengan visi-misi organisasi dan nilai inti sertaperbaikan
yang dilaksanakan oleh organisasi. Sifat BSC kemudian yangmenekankan kepada
sistem manajemen tidak hanya memampukan organisasitapi juga membantu perusahaan
mengklarifikasi visi danmenterjemahkannya kepada sasaran yang operasional,
ukuran dan tindakanyang jelas dan sesuai dengan misi dan nilai inti organisasi.
Mutasowifin(2002), Purwanto, A.T
(2003) masing-masingnya menggagas penerapan BSCpada koperasi dan pengelolaan
sumberdaya alam. Artinya, karena dinilaibahwa konsep ini baik maka banyak
organisasi mengadopsinya. Apapunterjemahannya di dalam Bahasa Indonesia, ide
utama BSC adalah adanyasatu Papan Nilai yang seimbang yang dapat digunakan
sebagai alat ukurmementnukan apakah satu organisasi dinilai berhasil atau
tidak. Dari definisi tersebut pengertian sederhana dari Balanced
Scorecardadalah kartu nilai yang digunakan untuk mengukur kinerja
denganmemperhatikan keseimbangan antara sisi keuangan dan non keuangan,antara
jangka pendek dan jangka panjang serta melibatkan faktorinternal dan eksternal.
Konsep ini lahir dari hasil pengamatan olehpenulis yang memberikan satu jawaban
bahwa perusahaan yang berhasildidasarkan kepada keseimbangan 4 hal yaitu:
keuangan, customer, prosesbisnis/intern, dan pembelajaran-pertumbuhan. Dari
pandangan akademis,Kaplan dan Norton bersama dengan sejumlah perusahaan
melakukaneksperimen. Dari awal tahun ditetapkan pengamatan terhadap
keberhasilanataupun kinerja perusahaan, sampai diputuskan bahwa 4 perspektif
itumemang dapat dijadikan ukuran keberhasilan perusahaan. Sampai sekarang,
Kaplandan Norton memiliki proyek bersama dengan sejumlah perusahaan
untukmenentukan cara bagaimana perusahaan agar berhasil. Berdasarkan konsep
balanced scorecardini kinerja keuangan sebenarnya merupakan akibat atau hasil
darikinerja non keuangan (customer, proses bisnis, dan pembelajaran).Pekerjaan
penulis ini tidak saja dalam rumusan seperti itu, akan tetapisampai kepada
upaya memasukkan sekumpulan perusahaan. Sampai sekarangpekerjaan ini masih
berjalan, sehingga muncul perusahaan ataupunkonsultan yang membuat program
kepada sekumpulan perusahaan untukmengikuti programnya. Dari hasil pengamatan
diakui bahwaperusahaan–perusahaan yang berada di dalamnya mengalami kemajuan
karenasetiap pengmbilan kebijakan tetap mempertimbangkan perspektif tersebut.
Perkembangan implementasiBSC
semakin lama semakin marak, karena kemudian dilanjuti denganbagaimana kemajuan
misalnya seperti penentuan pengupahan dengan sistemBSC. Bahkan para pengguna
BSC menyiapkan perangkat lunak (Software)untuk menentukan bagaimana satu bisnis
dapat berhasil.
Dari perkembangan awal dapat
digarisbawahi bahwa peran BSC adalah sebagai alat ukur hasil, dimaksudkan untuk
evaluasi, jauh dari posisistrategis. Akan tetapi dari seri buku-buku dan riset
yang ditawarkanoleh Kaplan dan Norton akhirnya diakui bahwa permasalahan BSC
bukanpada level evaluasi semata, akan tetapi harus dimulai dari penyusunan
strategi. Karena dalam series bukudan eksperimen yang dikeluarkan oleh Kaplan
dan Norton, permasalahanBSC harus menjadi kesepakatan (komitmen) manajemen
puncak sejak dariawal.
BSCmenjadi populer di kalangan
praktisi dan akademisi di bidang pengukuranhasil dan penuntasan masalah
strategi. Pandey (2005) menjelaskanberbagai alasan mengapa BSC digunakan dalam
organisasi.
1) BSC adalah alat komprehensif untuk
memahami pelanggan dan kebutuhannya, dan kesenjangan kinerja.
2) BSC menyiapkan logika untuk
menciptakan modal intangible dan inlektual dimana dengan pengukuran tradisional
dalam sistem kinerja sulit dilakukan.
3) BSC mampu mengartikulasi
strategi pertumbuhan menjadi keandalan bisnis yang fokus kepada upaya-upaya non
finansial.
4) BSC memampukan karyawan memahami
strategi dan kaitan sasaran ke dalam operasi perusahaan hari ke hari.
5) BSC memafsilitasi umpan balik
riviu kinerja dari waktu ke waktu.
Bagaimanabalanced scorecard
ditinjau dari sistem manajemen strategik perusahaan?Di dalam sistem manajemen
strategik (strategic management system), ada2 tahapan penting, yaitu tahapan
perencanaan dan implementasi. Posisi balanced scorecardawalnya berada pada
tahap implementasi. Fungsi balanced scorecard disini hanya sebagai alat ukur
kinerja secara komprehensif kepada paraeksekutif dan memberikan feedback
tentang kinerja manajemen.
Dampak dari keberhasilan penerapan
balanced scorecardmemicu para eksekutif untuk menggunakan balanced scorecard
pada tahapanperencanaan strategik. Mulai saat itu, balanced scorecard tidak
lagidigunakan sebagai alat pengukur kinerja namun berkembang menjadistrategik
management sistem.
3.3. Balanced Scorecard adalah
strategi
Strategi korporasi diturunkan dan
Visi dan Misi. Demikian penting peran strategi, sehingga kalau tujuan korporasi
tidak tercapai, maka yang salah adalah strategi. Whelen (2006) menjelaskan
berbagai hal penyebab kegagalan penerapan strategi yaitu: 1) komunikasi yang
sulit antar staf, 2) komitemen manajemen operasional lemah, 3) gagal menerima
umpan balik dan mekanismenya, 4) basis perencanaan tidak valid, formulasi
strategi tidak valid, 5) perencanaan fungsional tidak konsisten, dan 6)
penilaian sumberdaya tidak konsisten.
Dalam penerapan BSC, ada premis
yang secara implisit didapat yaitu bahwa BSC adalah strategi. Memperhatikan BSC
sebagai pengukuran kinerja mungkin itu adalah hal yang paling mudah diketahui,
karenamasing-masing perspektif yang kemudian diturunkan mnejadi
sasaranfungsinya adalah pengukuran kinerja. Akan tetapi, bila
diperhatikanbagaimana hubungan antara visi, misi dan strategi sebagai awal
daripadapenetapan perspektif, dapat terlihat bahwa kaitan
masing-masingperspektif dengan strategi sangat kuat. Hal ini dapat terlihat
padaGambar 1. berikut.
Kaplan dan Norton (1992)
menjelaskan bahwa The balanced scorecard puts strategy – not control – at the
center.Maknanya adalah bahwa esensi penerapan BSC bukanlah adanya
pengendalianterhadap devisi, akan tetapi setiap devisi satu korporasi
sedemikianrupa akan berinisiasi, menentukan ukuran kinerja dan
mengkaitkannyadengan visi, misi dan strategi korporasi. Dalam hal ini
keunggulan BSCadalah teridentifikasinya struktur ataupunkerangka yang ada di
korporasi guna mencapai – merealisasikan visi danmisi korporasi. Penjelasan
demikian menegaskan bahwa sebelum BSCdikenalkan telah banyak dikenal berbagai
program pengukuran yang mengarah kepada perbaikan: integrasiantar fungsi, skala
global, perbaikan terus-menerus, tanggung jawabteam yang menggantikan peran
individu. Kaplan sendiri menuliskan bahwapenerapan BSC sejalan dengan prinsip
semua itu. Akan tetapi yangmembedakan BSC dengan berbagai konsep tersebut
adalah bahwa pada BSCmanajer memahami, setidaknya secara implisit kaitan antar
fungsi. Lebihdari penjelasan itu, BSC juga mengarahkan manajer ke depan
daripadamelihat ke belakang. Hal ini mudah dipahami karena 4
perspektif:keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran
danpertumbuhan yang oleh Kaplan digambarkan sebagai perspektif yangberkaitan
satu dengan lainnya. Bahkan dirangkum dalam satu hubungan“cause and effect
relationship”. Adapun kaitan masing-masing perspektif dapat dijelaskan sebagai
berikut
1) Perspektif pelanggan. Perspektif
ini menunjukkan seperti apa perusahaan di mata pelanggan. Pelanggan mempunyai
kemampuan teknis melihatkorporasi dari berbagai sisi: waktu, kualitas, kinerja
dan jasa, danbiaya yang dikeluarkan oleh pelanggan untuk memperoleh
pelayanan.Dimensi kebutuhan pelanggan demikian pada akhirnya akan menentukan
bagaimana perusahaan dilihat oleh pelanggan. Semakin baik persepsi pelanggan,
semakin baik pula nilai korporasi dimata pelanggan.
2) Perspektifkeuangan. Pertanyaan
yang harus dijawab korporasi di sini adalahbagaimana kita dilihat oleh pemegang
saham baik pada jangka pendekmaupun jangka panjang. Korporasi bisa rugi pada
waktu tertentu, akan tetapi pemegang saham menyadari bahwa setelah itu
korporasi akan mendapat keuntungan, sehingga dividen akan diperoleh. Semakin
baik korporasi dimata pemegang saham, semakin aman korporasi memperoleh sumber
modal.
3) Perspektif proses bisnis
internal. Ukuran ini menunjukkan dalam proses produksi seperti apa
korporasilebih baik. Orientasi kepada pelanggan memang mutlak, akan
tetapipermasalahan bagi manajemen adalah bagaimana caranya menyiapkankompetensi
yang dapat memenuhi kebutuhan pelanggan
4) Perspektifpembelajar dan
pertumbuhan. Perspektif ini menunjukkan bagaimanakorporasi dapat bertahan dan
kmampu berubah sesuai dengan tuntutaneksternal.
Perhatikandengan baik bahwa
scorecard (papan nilai) diturunkan dari visi danstrategi. Hal ini menjadi kunci
yang secara implisit mengingatkan bahwaperusahaan sesungguhnya digerakkan oleh
visi dan misi. Bilamana visidan misi dinyatakan dengan baik maka ini akan
menjadi “mesin” penggeraksemua kegiatan.
Visidan misi yang terformulasi oleh
Kaplan dinyatakan dengan 4 perspektifseperti di atas. Menurut Kaplan,
terjemahan visi untuk masing-masingperspektif di atas haruslah diuji dengan
masing-masing kriteria yaitu: 1) sasaran, 2) ukuran, 3) sasaran, dan
4)inisiatif. Keempat perspektif ini mempunyai ciri sebagai
berikut.Penterjemahan visi dan misi ke dalam 4 perspektif di atas
menunjukkanadanya satu siklus: keuntungan perusahaan hanya dapat tumbuh
bilamana perusahaan mempunyai posisi di benak pelanggan (share value),
sementara posisidi benak pelanggan hanya mungkin bila perusahaan mempunyai
prosesbelajar. Satu hal yang sangat nyata dari hubungan yang ditunjukkan
olehKaplan adalah bahwa satu dengan lainnya saling berhubungan. Dalambukunya
yang terakhir (Strategy Map) Kaplan menunjukkan berbagai caraempiris.
Selanjutnya Kaplan secara jitu menjelaskan bagaimanapentingnya intangible asset
sebagai rangkaian pencapaiantujuan. Dari ke empat perspektif sebagaimana dikemukakan
di atas,Kaplan (1992) juga menjelaskan bahwa posisipersfektif seperti diatas
berorientasi ke depan, bukan ke belakang. Halini terlihat dalam penentuan
sasaran yang diimplementasikan melaluiperumusan inisiasi yang akan digunakan.
Dari hasil pengalaman korporasi
yang menggunakan BSC diketahui bahwa BSC banyak memberikan manfaat dibanding
dengan pengukurankinejra yang lain. Frigo (2002) melaporkan korporasi yang
menggunakanBSC seperti ABB Sitzerland, AT&T Canada, Chemical Bank,
HiltonHotels, Sears, UPD, Wells Fargo Online Fiancial Service, dan
Wendy’sInternational menunjukkan keunggulan BSC menunjukkan satu hirarkismaupun
kerangka yang dapat dijadikan pedoman yang dapat diterima olehsemua devisi.
Selanjutnya dari hasil survey IMA yang dilaporkan olehFrigo (2002) bahwa
manfaat manfaat penerapan BSC dapat diterima dalamhal: 1) pengguna BSC dapat
mendukung strategi korporasi lebih baik, 2) hubungan yang kuat dalam pengukuran
kinerja, 3) penggunaan alat ukur baru, 4) kaitan yang kuat antara indikator
kinerja dengan kinerja perusahaan karena adanya komunikasi strategi kepada staf
dan karyawan.
Hasil yang sama juga dilaporkan
oleh Hendrik (2004) dalam pemanfaatan BSC yaitu: 1) Pemahaman baikmanajemen
yang baik dari hubungan keputusan strategik dan tindakan danstrategi yang
dipilih; 2) Pendefinisian ulang hubungan denganpelanggan; 3) Rekayasa mendasar
dari proses bisnis; dan 4) Munculnyakultur korperasi yang menekankan kepada
upaya tim diantara fungsiorganisasi menerapkan strategi perusahaan
Apanya yang sulit?
Konsepdan langkah yang ditempuh
oleh Kaplan sangat dikenal dalam pengukurankinerja perusahaan, karena dinilai
dapat menyelesaikan kelemahan konseppengukuran tradisional yang dicirikan oleh
pengukuran tunggal danterpisah satu dengan lainnya. Namun dari berbagai
pengalaman berbagaipeneliti menunjukkan kesulitan dalam hal
operasional,menterjemahkan konsep perspektif yang tentunya berbeda antara
satuperusahaan terhadap perusahaan yang berbeda. Kesulitan ini berkaitandengan
dibutuhkannya kemampuan teknis untuk menyusun ataupunmenterjemahkan konsep
menjadi bagian yang operasional. Menjadibagaimana yang operasional artinya
mempertimbangkan: kebutuhannyaterhadap organisasi dalam rangka menopang
pencapaian tujuan, terlaksanadan dapat diukur. Tidak heran sebelum menerapkan
ini dibutuhkan satupelatihan yang dimaksudkan agar pemahaman pihak internal
memadai menerapkan konsep menjadi sesuatu yang operasional.
KeunggulanBSC dalam hal ini diakui
oleh para peneliti bahwa BSC menyajikan satukerangka logis yang terstruktur yang
mengakibatkan setiap devisiperusahaan dapat berinisiasi aktif untuk menentukan
kinerja. Akantetapi penentuan kinerja ini bagaimanapun harus diikuti
denganmenentukan strategi yang dibutuhkan untuk mencapaisasaran yang telah
ditentukan. Berkaitan dengan hal ini, Kaplan dalamwawancaranya dengan Lagace
(2008) menjelaskan tantangan penerapanstrategi menjadi operasional: 1) banyak
perusahaan menerapkanberbagai program seperti TQM, Six Sigma, dan lain-lain,
tetapi gagalmencatat bagaimana perbaikan organisasi terjadi bersamaan
denganprogram demikian; 2) perencanaan anggaran dan pembiayaan lepasdari
strategi, maka apa yang diperoleh senantiasa tidak menjadi ukuranyang dapat
diterima.
3.4. Strategy Map
Ketika Kaplan dan Norton menggagas
konsep yang diajukan, keduapenulis ini tidak henti-hentinya memperjelas kaitan
dari masing-masingperspektif dalam menopang pencapaian tujuan. Oleh karena itu
perspektifyang disampaikan adalah menjadi bagian dari strategi. Patut
dicatatdari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sandy Richardson dalam
Hendricks yang menjelaskan bahwa:
1) Memahamibahwa BSC adalah bagian
dari proses yang dimulai dengan strategi.Karena itu disarankan untuk
menyertakan BSC sejak strategi dimulai,dengan penegasan strategi sejak dari
awal.
2) Keterlibatan manajemen senior
sangat kritis, karena dukungan internal sangat dibutuhkan guna menentukan
keberhasilan organisasi menerapkan BSC.
Dalam bukunya, Kaplan dan Norton
(2005) memperjelas lagi bahwamasing-masing perspektif haruslah sedemikian rupa
terkait satu samalain sehingga realisasinya merupakan satu rangkaian. Bila
rangkaian inidapat dijelaskan maka akan diperoleh satu peta strategi yang
secarajelas menunjukkan bagaimana visi dan misi diterjemahkan
menjadibagian-bagian yang operasional yaitu sasaran dan strategi untukmencapai
sasaran tersebut. Bila hal ini tersusun maka apa yangdisampaikan Kaplan bahwa
BSCmelulu bukanlah alat ukur kinerja akan tetapi menjadi bagian daristrategi
karena memberikanumpan balik dan koreksi atas hasil yangdiperoleh.
3.5. Penentuan Scorecard
Tidakmudah untuk menyepakati ukuran
apa yang dijadikan keberhasilan satuperusahaan, karena didalamnya selalu ada
unsur konflik antar bagian.Adapun 4 perspektif yang dikemukakan oleh Kaplan
sesungguhnya haruslahdiikuti pemahaman mendalam saat perencanaan strategis
dimulai.Pemahaman ini harus dimulai dari identifikasi yang sesuai sehinggadapat
ditentukan apa yang menjadi tujuan dan kegiatan sertaukuran yang akan
diterapkan. Dalam hal ini adapun konsep pengukurankinerja menjadi bermanfaat,
karena penyusun strategi akan dapat menentukan.
Hendrick (2004) menunjukkan kendala
penerapan BSC (1) sedikit pemeriksaan tentang faktor yang berkaitan dengan
pengadopsian BSC, dan (2) masih dibutuhkan keyakinan bahwa dengan pengadopsian
BSC akan berdampak kepada kinerja keuangan. Selanjutnya melaporkan bahwa kunci
daripada penerapan BSC adalah :
1) Keterlibatan kepemimpinan senior
2) Mengartikulasi visi dan strategi
perusahaan
3) Mengidentifikasi kategori
kinerja yang menghubungkan visi dan strategi terhadap hasil
4) Terjemahkan papan nilai kepada
tim, devisi, dan tingkatan fungsi
5) Kembangkan pengukuran yang
efektif dan standar yang berarti (jangka pendek dan panjang, memimpin, dan
tertinggal)
6) Kenakan penganggaran yang tepat,
Teknologi Informasi, Komunikasi , dan sistem imbal jasa
7) Melihat BSC sebagai proses
kontinius, membutuhkan perbaikan, penilaian ulang, dan pemutakhiran, dan ;
Percaya bahwa BSC sebagai
fasilitator perubahan kultur dan organisasi.
Komitmen pimpinan puncak tetap saja
menjadi kata kunci, karena hanyadengan adanya komitmen itulah organisasi dapat
bergerak. Satu hal yangdapat dilakukan oleh pihak manajemen adalah
mengakomodasi hal-hal yangumum dalam satu industri, akan tetapi bagaimanapun
satu perusahaanharus dapat mengakomodasi hal yang menurut mereka spesifik
bagiindustri ataupun perusahaan dimana mereka berada. Dalam kaitan iniharap
diingat akan 4 perspektif yang dikemukakan oleh Kaplan,perspektif demikian
tidak serta merta memposisikan perusahaan dapatmengadopsinya. Penentuan sasaran
dan target bukanlah pekerjaan yangmudah karena hal ini harus termuat dalam satu
perencanaan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Artinya penetapan
demikian haruslah disertai oleh Alligment. Alligment adalah adanya
pengalokasikan sumberdaya yang jelas terhadap upayapencapaian tujuan. Tanpa
adanya pengalokasian sumberdaya maka tidakakan ada jaminan bahwa organisasi
akan mencapai manfaat dari BSC yangtelah disusun.
Measured(ukuran) menjadi sangat
penting dalam penerapan strategi, karena satuperusahaan tidak akan dapat
mengelola yang dapat diukur.
3.6. Implementasi Scorecard
Implementasi BSC pada awalnya
merupakan papan nilai yang dinilai seimbang antar berbagai perspektif untuk
menentukan keberhasilan satu organisasi ataupun perusahaan. Permasalahan ini
menjadi krusial bukan saja karena ini menyangkut banyak hal, akan tetapi karena
dengan adanya ukuran yang seimbang diharapkan bahwa capaian dan kinerja satu
organisasi dapat berkelanjutan (sustainable).Apa yang harus dicatat dari
berbagai publikasi Kaplan dan Norton bahwauntuk mengimplementasikan BSC
sekalipun dibutuhkan strategi. Sehingga,dapat diketahui bahwa dalam BSC sangat
dinyatakan bahwa rancanganstrategi implementasi mutlak dilaksanakan. Hal ini
merupakan koreksiterhadap keleamahan strategi pada umumnya.
4. Kesimpulan
Dari berbagai penjelasan di atas
dapat disimpulkan berbagai kesimpulan penting berikut.
4.1. Komitmen menyeluruh. Komitmen
dimulai dari manajemen puncak. Rumusan visi dan misi adalah mutlak bagi satu
perusahaan, berkaitandengan itu rumusan visi haruslah diterjemahkan ke dalam
bentuk 4perspektif yang operasional pada satu perusahaan. Dengan
demikian,diterjemahkan pula sasaran dari masing-masing perspektif.
Perusahaanyang berbeda tentu mempunyai sasaran yang berbeda, walau harus dicatatmekanismenya
tetap.
4.2. Penentuanscorecard satu bisnis
bagaimanapun membutuhkan kesepakatan internal daneksternal. Sebagaimana
kesepakatan internal maknanya adalah bahwaperusahaan harus mempunyai komitmen
untuk merealisasikannya, sebagaikesepakatan eksternal dimaksudkan untuk
mengakomodasi tuntutan pemangku kepentingan.
4.3. Pengalaman berbagai perusahaan
yang menerapkan BSC menunjukkan bahwa BSC bukan saja ukuran akan kinerja akan
tetapi adalah bagian dari strategi untuk mencapai tujuan.
Daftar Bacaan
Anonim, 2005. Program Penilaian Kinerja
Perusahaan, Kementrian Lingkungan Hidup.
Ananoni, 2005. Implementing the Balanced
Scorecard, cheklist, Chartered Management Institute.
De Waal. A.A. 2003. The future of the
Balanced Scorecard an interview with Professor Dr. Robert, S. Kaplan, Measuring
Business Excellece, pp. 30-35.
Hendricks, K. et.all. 2004. The Balance
Scorecard: To adopt or not to adopt, Invey Business Journal,
www.iveybusinessjournal.com
Johanson, U. et.al. 2006. Balancing
dilemmas of the balanced scorecard, Accounting, Auditing & Accountability
Journal, Vol. 19 No. 6, 2006, pp. 842-857
Kaplan, R.S., dan Norton, David P. 1992.
The Balance Scorecard Measures That Drive Perfomance, Harvard Business Review,
January-February 1992, pp. 71-79.
, 1996. Linking the Balanced
Scorecard to Strategy, California Management Review, Vol. 39. No 1. pp. 53-79.
, 2004. Alignment: Using the
Balanced Scorecard to Create Corporate Synergies. Harvard Business School.
, 2006. Strategy Maps, Converting
Intangible Assets Into Tangible Outcomes. Harvard Business School.
, 2007. Using the Balanced
Scorecard as a Strategic Management, Harvard Business Review, July –August ,
pp. 150 -161.
, 2009. Successful Applications of
the Scorecard in Higher Education, Heldref Publications, pp. 275 – 281.
Kaplan, R.S. 1993. Implementing the
Balanced Scorecard at FMC Corporation, an Interview with Larry D. Brady,
Harvard Business Review, September – October 1993, pp. 144 – 147.
Karathonous, D. and P. Karathonous
2005. Applying the Balance Socorecard to Education, J. Edu. for Business,
Heldref Pub. Vol. 80: 222 p.
Kocakulah, M.C dan Austill, A.D.
2007. Balanced Scorecard Application inovasi Health Care Industry: A Case
Study, Journal of Health Care Finance: pp: 72-99.
O. Rozman, 2008. Reflective
Practice, Enhancing the effectiveness the balanced scorecard with scenario
planning, International Journal of Productivity and Performance Management,
Vol. 57 No. 3, 2008, pp. 259-266
Pandey, M. I. 2005. Balaced
Scorecard Myth and Reality, The journal for Decision Makers, VILKALPA, Vol. 30
No 1. January – Marech, pp. 51 – 66
Sinha, A., 2006. Balanced
Scorecard: A Strategic Management Tool. Commerce, Vidyasagar University J
Zimmerman, J.. 2008. Mastering The
Balance Scorecard, Fundraising Success, February 2008, ABI/INFORM Trade
&Industry, pp. 34 -37.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar