Pelaporan dan pemeriksaan
Untuk menunjukkan bahwa perusahaan adalah warga dunia bisnis yang
baik maka perusahaan dapat membuat pelaporan atas dilaksanakannya
beberapa standar CSR termasuk dalam hal:
Di beberapa negara dibutuhkan laporan pelaksanaan CSR, walaupun sulit
diperoleh kesepakatan atas ukuran yang digunakan untuk mengukur kinerja
perusahaan dalam aspek sosial. Smentara aspek lingkungan--apalagi aspek
ekonomi--memang jauh lebih mudah diukur. Banyak perusahaan sekarang
menggunakan
audit eksternal guna memastikan kebenaran laporan tahunan perseroan yang mencakup kontribusi perusahaan dalam
pembangunan berkelanjutan,
biasanya diberi nama laporan CSR atau laporan keberlanjutan. Akan
tetapi laporan tersebut sangat luas formatnya, gayanya dan metodologi
evaluasi yang digunakan (walaupun dalam suatu industri yang sejenis).
Banyak kritik mengatakan bahwa laporan ini hanyalah sekedar "pemanis
bibir" (suatu basa-basi), misalnya saja pada kasus laporan tahunan CSR
dari perusahaan
Enron
dan juga perusahaan-perusahaan rokok. Namun, dengan semakin
berkembangnya konsep CSR dan metode verifikasi laporannya, kecenderungan
yang sekarang terjadi adalah peningkatan kebenaran isi laporan.
Bagaimanapun, laporan CSR atau laporan keberlanjutan merupakan upaya
untuk meningkatkan akuntabilitas perusahaan di mata para pemangku
kepentingannya.
Alasan terkait bisnis (business case) untuk CSR
Skala dan sifat keuntungan dari CSR untuk suatu organisasi dapat
berbeda-beda tergantung dari sifat perusahaan tersebut. Banyak pihak
berpendapat bahwa amat sulit untuk mengukur kinerja CSR, walaupun
sesungguhnya cukup banyak literatur yang memuat tentang cara
mengukurnya. Literatur tersebut misalnya metode "Empat belas poin
balanced scorecard oleh
Deming. Literatur lain misalnya Orlizty, Schmidt, dan Rynes
[3]
yang menemukan suatu korelasi positif walaupun lemah antara kinerja
sosial dan lingkungan hidup dengan kinerja keuangan perusahaan.
Kebanyakan penelitian yang mengaitkan antara kinerja CSR (
corporate social performance) dengan kinerja finansial perusahaan (
corporate financial performance)
memang menunjukkan kecenderungan positif, namun kesepakatan mengenai
bagaimana CSR diukur belumlah lagi tercapai. Mungkin, kesepakatan para
pemangku kepentingan global yang mendefinisikan berbagai subjek inti (
core subject)
dalam ISO 26000 Guidance on Social Responsibility--direncanakan terbit
pada September 2010--akan lebih memudahkan perusahaan untuk menurunkan
isu-isu di setiap subjek inti dalam standar tersebut menjadi alat ukur
keberhasilan CSR.
Hasil Survey "The Millenium Poll on CSR" (1999) yang dilakukan oleh
Environics International (Toronto), Conference Board (New York) dan
Prince of Wales Business Leader Forum (London) di antara 25.000
responden dari 23 negara menunjukkan bahwa dalam membentuk opini tentang
perusahaan, 60% mengatakan bahwa etika bisnis, praktik terhadap
karyawan, dampak terhadap lingkungan, yang merupakan bagian dari
tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) akan paling berperan. Sedangkan
bagi 40% lainnya, citra perusahaan &
brand image-lah yang
akan paling memengaruhi kesan mereka. Hanya 1/3 yang mendasari opininya
atas faktor-faktor bisnis fundamental seperti faktor finansial, ukuran
perusahaan,strategi perusahaan, atau manajemen.
Lebih lanjut, sikap konsumen terhadap perusahaan yang dinilai tidak
melakukan CSR adalah ingin "menghukum" (40%) dan 50% tidak akan membeli
produk dari perusahaan yang bersangkutan dan/atau bicara kepada orang
lain tentang kekurangan perusahaan tersebut.
Secara umum, alasan terkait bisnis untuk melaksanakan biasanya berkisar satu ataupun lebih dari argumentasi di bawah ini:
Sumberdaya manusia
Program CSR dapat berwujud rekruitmen tenaga kerja dan memperjakan
masyarakat sekitar. Lebih jauh lagi CSR dapat dipergunakan untuk menarik
perhatian para calon pelamar pekerjaan,
terutama sekali dengan adanya persaingan kerja di antara para lulusan.
Akan terjadi peningkatan kemungkinan untuk ditanyakannya kebijakan CSR
perusahaan, terutama pada saat perusahaan merekruit tenaga kerja dari
lulusan terbaik yang memiliki kesadaran sosial dan lingkungan. Dengan
memiliki suatu kebijakan komprehensif atas kinerja sosial dan
lingkungan, perusahaan akan bisa menarik calon-calon pekerja yang
memiliki nilai-nilai progresif. CSR dapat juga digunakan untuk membentuk
suatu atmosfer kerja yang nyaman di antara para staf, terutama apabila
mereka dapat dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan yang mereka percayai
bisa mendatangkan manfaat bagi masyarakat luas, baik itu bentuknya
"penyisihan gaji", "penggalangan dana" ataupun kesukarelawanan (
volunteering) dalam bekerja untuk masyarakat.
Manajemen risiko
Manajemen risiko merupakan salah satu hal paling penting dari strategi perusahaan.
Reputasi yang dibentuk dengan susah payah selama bertahun-tahun dapat musnah dalam sekejap melalui insiden seperti skandal
korupsi atau tuduhan melakukan perusakan
lingkungan hidup.
Kejadian-kejadian seperti itu dapat menarik perhatian yang tidak
diinginkan dari penguasa, pengadilan, pemerintah dan media massa.
Membentuk suatu budaya kerja yang "mengerjakan sesuatu dengan benar",
baik itu terkait dengan aspek tata kelola perusahaan, sosial, maupun
lingkungan--yang semuanya merupakan komponen CSR--pada perusahaan dapat
mengurangi risiko terjadinya hal-hal negatif tersebut.
Membedakan merek
Di tengah hiruk pikuknya pasar maka perusahaan berupaya keras untuk
membuat suatu cara penjualan yang unik sehingga dapat membedakan
produknya dari para pesaingnya di benak konsumen. CSR dapat berperan
untuk menciptakan loyalitas konsumen atas dasar nilai khusus dari etika
perusahaan yang juga merupakan nilai yang dianut masyarakat.
Menurut Philip Kotler dan Nancy Lee, setidaknya ada dua jenis kegiatan
CSR yang bisa mendatangkan keuntungan terhadap merek, yaitu
corporate social marketing (CSM) dan
cause related marketing
(CRM). Pada CSM, perusahaan memilih satu atau beberapa isu--biasanya
yang terkait dengan produknya--yang bisa disokong penyebarluasannya di
masyarakat, misalnya melalui
media campaign. Dengan terus menerus
mendukung isu tersebut, maka lama kelamaan konsumen akan mengenali
perusahaan tersebut sebagai perusahaan yang memiliki kepedulian pada isu
itu. Segmen tertentu dari masyarakat kemudian akan melakukan pembelian
produk perusahaan itu dengan pertimbangan kesamaan perhatian atas isu
tersebut. CRM bersifat lebih langsung. Perusahaan menyatakan akan
menyumbangkan sejumlah dana tertentu untuk membantu memecahkan masalah
sosial atau lingkungan dengan mengaitkannya dengan hasil penjualan
produk tertentu atau keuntungan yang mereka peroleh. Biasanya berupa
pernyataan rupiah per produk terjual atau proporsi tertentu dari
penjualan atau keuntungan. Dengan demikian, segmen konsumen yang ingin
menyumbang bagi pemecahan masalah sosial dan atau lingkungan, kemudian
tergerak membeli produk tersebut. Mereka merasa bisa berbelanja
sekaligus menyumbang. Perusahaan yang bisa mengkampanyekan CSM dan
CRM-nya dengan baik akan mendapati produknya lebih banyak dibeli orang,
selain juga mendapatkan citra sebagai perusahaan yang peduli pada isu
tertentu.
Ijin usaha
Perusahaan selalu berupaya agar menghindari gangguan dalam usahanya melalui
perpajakan
atau peraturan. Dengan melakukan sesuatu 'kebenaran" secara sukarela
maka mereka akan dapat meyakinkan pemerintah dan masyarakat luas bahwa
mereka sangat serius dalam memperhatikan masalah kesehatan dan
keselamatan, diskriminasi atau lingkungan hidup maka dengan demikian
mereka dapat menghindari intervensi. Perusahaan yang membuka usaha
diluar negara asalnya dapat memastikan bahwa mereka diterima dengan baik
selaku warga perusahaan yang baik dengan memperhatikan kesejahteraan
tenaga kerja dan akibat terhadap lingkungan hidup, sehingga dengan
demikian keuntungan yang menyolok dan gaji dewan direksinya yang sangat
tinggi tidak dipersoalkan.
Motif perselisihan bisnis
Kritik atas CSR akan menyebabkan suatu alasan dimana akhirnya bisnis
perusahaan dipersalahkan. Contohnya, ada kepercayaan bahwa program CSR
seringkali dilakukan sebagai suatu upaya untuk mengalihkan perhatian
masyarakat atas masalah etika dari bisnis utama perseroan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar